Disahkan DPR RI hari ini, berikut deretan pasal kontroversial RKUHAP
Rancangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) segera disahkan menjadi undang-undang. Hal ini menyusul kesepakatan antara DPR dan pemerintah dalam pembicaraan tingkat I, pada Kamis (13/112025).
Setelah melewati pembahasan tersebut, RUU KUHAP kini dibawa ke rapat paripurna untuk ditetapkan dalam pembicaraan tingkat II, yang rencananya bakal disahkan pada Selasa (18/11).
“Kan sudah tingkat satu. Udah jadi,” kata Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurizal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/11).
Meski demikian, berbagai catatan kritis masih disuarakan. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai, terdapat banyak masalah baik dalam proses pembahasan maupun substansi sejumlah pasal yang diputuskan.
Mereka menilai sejumlah ketentuan berpotensi melemahkan perlindungan hak warga dan membuka ruang penyalahgunaan.
Wakil Ketua YLBHI, Arief Maulana, menyampaikan pihaknya menemukan indikasi bahwa suara publik digunakan secara manipulatif dalam proses legislasi tersebut.
Ia menegaskan, praktik manipulasi partisipasi warga negara dalam penyusunan RKUHAP tidak dapat dibiarkan.
“Kami mengingatkan kepada DPR RI dan juga pemerintah untuk berhenti melakukan praktik manipulasi partisipasi warga negara, bahkan juga pencatutan-pencatutan nama masyarakat sipil, juga kebohongan yang dilakukan oleh DPR RI mengatasnamakan masukan warga, padahal tidak demikian adanya,” ujar Arief Maulana di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Minggu (16/11).
Menurutnya, hal ini semakin mengikis kepercayaan publik terhadap proses legislasi. Ia tidak mengetahui apakah tindakan tersebut dilakukan secara sengaja atau tidak.