Vonis ringan penabrak mahasiswa UGM hingga tewas, dipertanyakan

Foto: Majelis Hakim PN Sleman vonis satu tahun dua bulan penjara kepada Christiano Tarigan dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang menewaskan mahasiswa UGM Argo Ericko Achfandi. (Istimewa)
Sabtu, 08 Nov 2025  19:23

Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, menyoroti putusan Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Jogjakarta, yang menjatuhkan hukuman 14 bulan penjara terhadap Christiano Tarigan, pelaku penabrakan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), tidak mencerminkan rasa keadilan publik.

Ia menegaskan, vonis ringan tersebut menunjukkan bahwa hukum di Indonesia belum sepenuhnya menghargai nyawa manusia secara setara.

“Ketika kehilangan nyawa hanya dibalas dengan hukuman setahun dua bulan, maka rasa keadilan publik menjadi luka yang terbuka. Ini bukan sekadar soal hukum positif, tapi soal moral negara dalam melindungi warganya,” kata Abdullah kepada wartawan, Sabtu (8/11/2025).

Menurutnya, meski putusan itu sah secara hukum, namun tidak memenuhi aspek keadilan substantif. Ia menyebut, vonis ringan ini tidak hanya melukai keluarga korban, tapi juga tak mencerminkan keadilan.

"Putusan ini memperlihatkan betapa sistem peradilan pidana kita masih gagal memberi efek jera bagi pelaku dan penghormatan bagi nyawa manusia,” ujarnya.

Ia juga menyoroti adanya dugaan penggantian pelat nomor kendaraan pelaku sesaat setelah kecelakaan, yang menimbulkan persepsi publik bahwa ada upaya mengaburkan fakta hukum. Menurutnya, tindakan sekecil apa pun dalam proses hukum harus dianggap serius. 

"Kalau dugaan manipulasi fakta tidak dituntaskan, publik akan menganggap hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” tegasnya.

Lebih lanjut, Abdullah mendorong agar kasus ini menjadi momentum untuk merevisi kebijakan pemidanaan dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Menurutnya, kelalaian yang mengakibatkan kematian seharusnya dikategorikan sebagai tindak pidana berat dengan batas minimum hukuman yang memberikan efek jera.

Selain itu, Abdullah menekankan pentingnya mekanisme kompensasi korban yang menjadi tanggung jawab negara, bukan sekadar belas kasihan moral.

Berita Terkait