Premanisme Terselubung Mengancam Desa-Desa di Bogor, Pemkab Harus Turun Tangan
Bogor, AliansiNews.ID -- Terkait beredar kabar desa-desa di Kabupaten Bogor akan disengketakan terkait Keterbukaan Informasi Publik (KIP) ke Komisi Informasi, AliansiNews.ID meminta pendapat dari Staf Ahli Lembaga Aliansi Indonesia, Muhammad Syafei.
"Pertama-tama, saya tidak tahu siapa yang akan menggugat atau menyengketakan dan siapa yang disengketakan. Kedua, jika terkait informasi publik, ada prosedur-prosedur yang harus dilalui, mulai dari meminta informasi publik itu ke PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) sampai kemudian muncul ketidak puasan dari akibat permintaan informasi, sehingga disengketakan," ujar Syafei mengawali pemaparan.
Syafei membenarkan bahwa KIP merupakan amanat undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Begitupun aturan turunannya yaitu Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2018 yang di antara memuat kewajiban dibentuknya PPID Desa.
Namun, menurutnya, harus juga difahami bahwa kewajiban membentuk PPID itu tidak disertai aturan mengenai jangka waktu atau batas waktu, tidak diatur juga sanksi apabila belum terbentuk.
"Apabila sudah terbentuk pun, setelah berbagai uraian dan ketentuan di pasal, ayat dan huruf, di bagian akhir dikunci dengan ketentuan `media atau alat penyampai informasi itu dapat mempertimbangkan kemampuan atau kondisi sosiologis masyarakat desa setempat`. Kurang lebih seperti itu di Peraturan Komisi Informasi bagian akhir, pasal 20 kalau tidak salah," kata dia.
Sehingga, menurutnya, memahami peraturan perundang-undangan itu tidak bisa sepotong-sepotong.
"Kalau kita fahami secara menyeluruh, informasi publik terkait desa itu semangatnya untuk kepentingan publik masyarakat desa setempat. Memang tidak ada larangan warga di luar desa meminta informasi publik suatu desa, tapi lucu saja kalau mencatut-catut kepentingan warga desa setempat. Kalau warganya sudah merasa cukup dengan media informasi yang ada dan tidak pernah mempersoalkan, lalu ada pihak luar yang meributkan, apa bukan provokasi itu namanya?" kata Syafei.
Dia menambahkan, di desa-desa, sudah ada rapat atau musyawarah berjenjang, dari tingkat musrenbang, musyawarah desa, musyawarah dusun, RW hingga RT. Informasi dan aspirasi warga sudah memiliki salurannya tersendiri, termasuk kebutuhan apa yang penting bahkan mendesak serta menjadi prioritas bagi masyarakat setempat.
Dia menambahkan, "Masih ada juga 20 lebih jenis musyawarah yang merupakan mekanisme pengambilan keputusan di desa terutama terkait rencana pembangunanan desa."