Langkah Prabowo rehabilitasi Ira Puspadewi dinilai rusak batas kewenangan eksekutif dan yudikatif
Presiden Prabowo Subianto telah mengambil langkah mengejutkan dengan memberikan rehabilitasi kepada tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry.
Salah satunya adalah eks Direktur Utama (Dirut) Ira Puspadewi, yang sebelumnya divonis bersalah dalam kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN).
Langkah pemerintah ini sontak menimbulkan polemik besar.
Yang menjadi pertanyaan: Apa dasar hukum yang digunakan oleh pemerintah untuk memberikan rehabilitasi, mengingat putusan pidana terhadap Ira Puspadewi berkekuatan hukum tetap dan tidak ada fakta baru?
Kenapa rehabilitasi tanpa fakta baru?
Ira Puspadewi sebelumnya dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan atas kasus korupsi proses Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT JN tahun 2019–2022.
Dua direksi lain yang juga mendapat rehabilitasi adalah Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Praktisi Hukum sekaligus Pendiri Catalyst Institute Rambun Tjajo menuturkan, keputusan rehabilitasi ini patut dipertanyakan. Ia menyoroti tidak ada fakta baru atau proses hukum yang mendasari langkah pemerintah.
"Saya nggak tahu mana yang dianggap sebagai fakta baru bahwa dia nggak bersalah. Biasanya dulu kalau yang kasus yang pernah ada itu kan memang kemudian ada PK-nya (Peninjauan Kembali) dan ada bukti baru kan," ujar Rambun Tjajo kepada JawaPos.com, Rabu (26/11).