Map Merah di Ruang Musycab
GUNUNG SUGIH. Tatapan mata ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Lampung Tengah demisioner, Imanto tampak berkaca-kaca. Suaranya mengecil. Bibirnya sedikit bergetar. Suasana ruang Musyawarah Cabang (Musycab) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Lampung Tengah (Lamteng) itu berubah menjadi hening.
"Seperti mimpi," ucap dia. "Malam selepas kami saling berpisah pada sore harinya, beliau benar-benar diambil oleh Allah."
Pria yang karib disapa Gus Manto itu berhenti sejenak untuk membendung rasa haru yang terus bergolak. Dia sedang menceritakan akhir pertemuannya dengan Ir. Junadi, Sekretaris DPC PPP Lamteng di masa itu, yang kepergiannya tepat pada saat kerja Pemilu Legislatif 2019 sedang membutuhkan gerakan ekstra.
Kepergian seorang kolega dekat dalam masa yang sangat dibutuhkan benar-benar menjadi pukulan barat bagi Imanto sebab dia tak mungkin bergerak seorang diri. Karena itu, atas beragam pertimbangan dan pendapat orang-orang terdekat, ia kemudian memutuskan untuk mengajak Nadhirsyah, salah satu kolega yang lain, untuk menggantikan Junaidi.
Tentu saja, hal berat pertama yang harus mereka selesaikan adalah prihal rekrutmen Calon Anggota Legislatif (Caleg) untuk setiap Daerah Pemilihan (Dapil) yang harus segera terisi dalam waktu relatif singkat.
"Meski dengan kondisi berduka dan penuh keterbatasan, Alhamdulillah, kita akhirnya bisa memenuhi 45 Caleg dari sejumlah 50 kuota yang dibutuhkan," urai Imanto.
Pergerakan pun berlanjut. Sosialisasi kian dimasifkan baik secara gerilya maupun terang-terangan. Layaknya sebuah mesin, tahap demi tahap pergerakan PPP Lamteng terus menggelinding menuju Pemilu dan Imanto benar-benar mengajak semua kader untuk menumpahkan semua kemampuan.
Sayangnya, dalam kondisi yang bukan semakin ringan itu, pada saat pergerakan dan persaingan antar Caleg kian memanas dan keras, sebuah bencana yang tak terduga tiba-tiba terjadi: PPP secara nasional harus menghadapi kenyataan bahwa Ketua Umum DPP, Romahurmuziy, tiba-tiba harus menghadapi persoalan hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seketika keberadaan jaringan partai menjadi oleng. Para kader dan jajaran struktur kebingungan. Kondisi pesimis terus menjalar hingga ke tingkat anak ranting.