Kerugian Daerah Bukan Bagian Dari Keuangan Negara?

 
Senin, 07 Des 2020  10:52

Media.aliansiindonesia.com, Makassar - Landasan konstitusional keuangan daerah pada Pasal 18A ayat (2), Pasal 23 ayat (1), dan Pasal 23C UUD NRI 1945 tidak mengatur secara tersurat mengenai keuangan daerah. Ujar Muh. Bahar Razak.

Lanjutnya, Rumusan eksplisit keuangan daerah termaktub dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 dan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai aturan lebih lanjut atas ketentuan UUD 1945. Adapun Pasal 6 UU Nomor 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan yang diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Selanjutnya kata bahar, Pasal 2 UU Nomor 33 Tahun 2004 menyatakan bahwa perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah dan pemerintah daerah.

Kedua pasal tersebut menegaskan bahwa keuangan daerah merupakan subsistem dari keuangan negara dan pengelolaannya harus dilaksanakan secara adil dan selaras dalam kerangka negara kesatuan RI. Sedangkan Frasa “diserahkan” dalam Pasal 6 UU Nomor 17 Tahun 2003 mengandung makna bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara oleh gubernur/bupati/walikota dalam wujud keuangan daerah merupakan hak yang diberikan dan bukan hak yang pada awalnya benar-benar dimiliki atau inheren pada pemerintah daerah.

Dengan demikian kata Bahar, Sebagai suatu pemberian, hak pengelolaan keuangan daerah itu berarti dapat diminta kembali oleh presiden selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara.

Bahar melanjutkan. Dalam praktik yang berlaku, sebagaimana dipaparkan pada bagian sebelumnya, kerugian daerah yang dinilai dan/atau ditetapkan oleh BPK dipulihkan atau diselesaikan dengan cara disetor ke kas daerah. Praktik tersebut dilatarbelakangi oleh adanya beberapa sudut pandang.

Pertama, kerugian daerah merupakan turunan dari keuangan daerah.

Kedua, sebagai turunan dari keuangan daerah, kerugian daerah bukan bagian dari keuangan negara sehingga sudah sepantasnya disetor ke kas daerah.

UU Nomor 1 Tahun 2004 mendefinisikan kas negara sebagai “tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh menteri keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara” dan kas daerah sebagai “tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah”. Berdasarkan hal tersebut, kerugian daerah yang disetor ke kas daerah dianggap sebagai penerimaan daerah yang merupakan bagian dari siklus APBD.

Berita Terkait