DILAPORKAN KE POLDA BANTEN, DUGAAN MARK-UP PENGADAAN WEB DESA OLEH WAHANA SEMESTA MULTI MEDIA

Foto: Tanda terima LP Pengaduan di Polda Banten
Kamis, 27 Feb 2025  21:20

AliansiNews.ID-Kabupaten Serang, PT Wahana Semesta Multimedia Banten (WSMB) selaku vendor pengadaan website desa di Kabupaten Serang dilaporkan ke Polda Banten , dengan Nomor Laporan Pengaduan 05/LP-M/2/2025, pada Jum'at (21/2/2025) lalu.

Pelapor berinisial MH menilai, pengadaan website desa yang dilaksanakan PT WSMB sudah di luar batas kewajaran harga, jika dibandingkan dengan perusahaan pengembang teknologi lainnya di seluruh Indonesia.

"Ini tak boleh dibiarkan karena sudah menguras dana desa, yang kurang bermanfaat bagi masyarakat karena (website) ini sulit diakses dalam pelayanan berbasis online," ujar pelapor MH

Proyek pembuatan dan pengembangan website desa yang dikerjakan PT WSMB ini dilakukan dalam dua tahap, ditambah maintenance dan sewa hosting. Yaitu tahap pertama menelan biaya Rp 37.055.000, sedangkan tahap dua senilai Rp 55.000.000. Sedangkan Pemerintah Desa dikenakan lagi biaya maintenance dan hosting Rp 5 Juta per tahun. sedangkan biaya pembuatan website yang mencapai Rp 97 juta per desa . Diketahui sejumlah desa di Kabupaten Serang sudah melakukan pembayaran kepada PT WSMB

Pelapor juga menyertakan sejumlah alat bukti yakni, berkas kwitansi bukti pembayaran kas Desa Cilayang, Bukti transfer dari Kas Desa Cilayang tertanggal 08 November 2023, ditujukkan kepada penerima Wahana PT Semesta Multimedia Banten sebesar Rp 37.055.000, dengan keterangan pemasangan Webdesa, bukti transfer kedua kepada PT Wahana Semesta Multimedia Banten sebesar Rp 55.000.000 dengan keterangan pembayaran tahap 2 web Desa Cilayang tertanggal 26 September 2024.

Terpisah, Saipul Arifin, Ketua Forum Mahasiswa Anti Tertindas (FORMAT) Banten, ada sejumlah kejanggalan dalam proyek website desa tersebut. Menururtnya, Alih-alih menjadi langkah transparan dalam digitalisasi desa, program ini justru sarat dengan indikasi gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang.

"(Ini) yang sejatinya bertentangan dengan prinsip otonomi desa dalam mengelola anggarannya sendiri," tegasnya.

"Dugaan gratifikasi juga semakin kuat dengan adanya skema pembayaran yang terbagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, desa harus membayar Rp 37 juta, namun website yang dijanjikan belum bisa diakses sepenuhnya sebelum pelunasan tahap kedua sebesar Rp 55 juta," jelas Saipul lagi.

Ini semakin membuktikan bahwa proyek ini bukan hanya sarat kejanggalan, tetapi juga menjadi jerat yang cenderung memanfaatkan anggaran desa dengan cara yang tidak transparan.

Berita Terkait