Wilson Lalengke Dijadwalkan Berpidato di Komite Keempat PBB tentang Isu Sahara Maroko dan Hak Asasi Manusia

 
Jumat, 03 Okt 2025  10:58

Jakarta - Aktivis hak asasi manusia dan jurnalis senior Indonesia, Wilson Lalengke, akan menghadiri sesi penting di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, dari tanggal 7 hingga 12 Oktober 2025.

Di forum masyarakat dunia itu, ia akan menyampaikan pidato yang berisi petisi kepada Komite Khusus Politik dan Dekolonisasi (Komite Keempat) tentang isu Sahara Maroko.

Menurut email resmi dari Sekretariat Komite Keempat PBB yang dikirimkan pada Rabu, 24 September 2025, Wilson Lalengke diharapkan hadir ke New York, tempat markas utama PBB, untuk menyampaikan pidato tersebut.

Petisinya akan berfokus pada Persoalan Sahara Maroko (sebelumnya dikenal sebagai Sahara Barat), khususnya terkait dengan kasus eksekusi di luar hukum (extra judicial execution) terhadap masyarakat Syahrawi di tempat penampungan pengunsi di Kamp Tinduf oleh kelompok pemberontak Front Polisario, sebuah isu politik dan hak asasi manusia yang kompleks dan telah berlangsung lama, yang terus memicu kekhawatiran internasional terkait pelanggaran hak asasi manusia.

Bangsa Syahrawi adalah penduduk asli wilayah Sahara Maroko yang pernah dijajah Spanyol, sebuah wilayah bagian selatan Kerajaan Maroko.

Wilson Lalengke diperkirakan akan menyampaikan pernyataannya pada salah satu dari tanggal ini, yakni 8 Oktober pukul 15.00, atau 9 Oktober pukul 15.00, atau tanggal 10 Oktober pukul 15.00.

Berdasarkan informasi, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI) ini diminta hadir pada awal setiap sesi di Ruang Konferensi 4 Markas Besar PBB guna memastikan dirinya tidak melewatkan kesempatan berpidato.

Untuk dapat masuk ruangan konferensi, Wilson Lalengke harus mengambil kartu izin sementara secara langsung di Kantor Pendaftaran Pengunjung PBB pada tanggal 8 Oktober antara pukul 10.00 hingga 11.30 waktu setempat, dengan menunjukkan kartu identitas diri (passport atau SIM) resmi yang dikeluarkan pemerintah.

Panitia juga telah mengingatkan peserta petisi tentang penerapan aturan yang ketat seperti kebijakan kesopanan, melarang spanduk, bendera, atau perilaku mengganggu apa pun selama persidangan.

Berita Terkait