Roy Suryo cs ngeyel, kasus fitnah ijazah Jokowi terang benderang sebuah operasi politik
Gelar perkara khusus kasus fitnah ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) telah dilaksanakan, Senin (16/12/2025), dan ijazah asli Jokowi pun telah ditunjukkan oleh penyidik.
Namun seperti sudah diperkirakan pihak para tersangka, yaitu Roy Suryo cs tetap tidak mempercayai ijazah yang ditunjukkan oleh penyidik tersebut.
"Ya tetap ngeyel, sangat gampang ditebak. Karena ini (fitnah ijazah Jokowi) sama sekali bukan penelitian ilmiah, bukan pula upaya mencari kebenaran dalam konteks hukum atau ketata-negaraan. Sama sekali bukan, ini murni, sepenuhnya operasi politik," kata Staf Ahli Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) Muhammad Syafei, terkait perkembangan terkini kasus tersebut, Selasa (16/12/2025).
Penelitian ilmiah atau siantifik, menurut Syafei, itu bebas nilai dan bebas kepentingan, serta metodologinya jelas, kapasitas penelitinya jelas, ada pengujian yang terbuka dan jelas.
"Idealnya penelitian ilmiah itu ya di kalangan praktisi yang memiliki kompetensi, atau setidaknya di lingkungan akademik. Itu kan nggak, koar-koar di media, medsos, bahkan di jalanan. Ya, saya berani katakan itu peneliti abal-abal, dipaksakan lalu memaksakan kehendak. Itu sama sekali bukan perilaku peneliti ilmiah, tapi perilaku politikus," tegasnya.
Kemudian jika memang mencari kebenaran, terutama dalam konteks hukum, mekanismenya jelas yaitu menggugat pra peradilan jika keberatan dengan proses hukum, khususnya penetapan tersangka.
"Ini kan nggak juga, minta gelar perkara khusus, koar-koar di media dan medsos. Ya itu semacam menggiring opini publik sembari mengulur waktu agar tidak segera dilimpahkan ke kejaksaan kasusnya," kata Syafei.
Sejak awal, aroma politik sangat terasa karena konfirmasi dari Universitas Gajah Mada (UGM) sebagai otoritas yang menerbitkan ijazah Jokowi pun tidak dipercaya, begitu juga dengan hasil laboratorium forensik (lapfor) Polri tidak dipercaya.
"Operasi politiknya sangat terang benderang terlihat, menurunkan kredibilitas Pak Jokowi itu jelas, tapi juga menurunkan kepercayaan terhadap lembaga yang berwenang, dalam hal ini UGM dan Polri," lanjut Syafei.