Tindakan Represif dan Ancaman Pidana untuk Pengibar Bendera 'One Piece' Dinilai Berlebihan

 
Rabu, 06 Ags 2025  12:06

Jelang hari peringatan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus bendera merah putih umumnya sudah ramai dipasang di berbagai tempat. Tapi tahun ini sedikit berbeda. Belakangan muncul tren yang dikibarkan tak hanya bendera merah putih, tapi bendera bajak laut serial animasi asal Jepang, ‘One Piece’.

Tren pengibaran bendera yang disebut Jelly Rogger itu mendapat berbagai respons. Di daerah aparat kepolisian, TNI, dan Satpol PP menurunkan bendera dan menghapus mural `One Piece`. Ada pejabat yang menyebut pengibaran bendera itu sebagai bentuk pidana, bahkan makar.

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan respons pemerintah dan aparat menyikapi tren tersebut sangat berlebihan. Pengibaran bendera ‘One Piece’ itu sebagai bentuk kritik yang disampaikan masyarakat. Merupakan bagian dari hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin konstitusi dan berbagai instrumen hukum internasional.

“Respons pemerintah dan aparat menyikapi fenomena pengibaran bendera `One Piece` di masyarakat jelang peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-80, apalagi yang disertai dengan ancaman pidana, sangatlah berlebihan,” kata Usman dikonfirmasi, Selasa (5/8/2025).

Usman menegaskan ekspresi damai pengibaran bendera bukan makar, apalagi upaya pecah belah bangsa. Represi melalui razia atau penyitaan bendera ‘One Piece’ di masyarakat seperti yang terjadi di Tuban serta penghapusan mural ‘One Piece’ di Sragen jelas merupakan suatu bentuk perampasan kebebasan berekspresi yang bertujuan mengintimidasi dan menimbulkan ketakutan di masyarakat. Negara tidak boleh anti terhadap kritik. 

Ketimbang merepresi kebebasan berpendapat melalui razia, pemerintah harusnya fokus menyelesaikan sebab keresahan masyarakat sehingga memilih mengibarkan bendera ‘One Piece’. Pemerintah tak perlu anti-kritik dan harus berhenti memberi pernyataan berlebihan terhadap fenomena kebebasan berekspresi di masyarakat, apalagi disertai dengan ancaman sanksi pidana. Aparat harus melihat fenomena ini sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.

Sebagai negara pihak berbagai instrumen HAM internasional termasuk Kovenan Sipil dan Politik (ICCPR), Indonesia wajib melindungi dan menyediakan ruang aman bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat secara damai. Perlindungan hak atas kebebasan berekspresi yang diatur di Pasal 19 ICCPR berlaku untuk segala jenis informasi dan gagasan, termasuk informasi dan gagasan yang dianggap mengejutkan, menyerang, atau mengganggu, terlepas dari apakah konten informasi atau gagasan tersebut benar atau salah.

“Negara seharusnya hadir untuk melindungi, bukan membiarkan -apalagi berperan dalam- pembungkaman suara-suara kritis yang sah dari warga negara,” timpal Usman.

Terpisah, Ketua Komisi XIII DPR, Willy Aditya, menegaskan pengibaran bendera `One Piece` tidak bisa disamakan dengan tindakan yang melecehkan simbol negara. Apalagi tidak tergolong dalam bendera terlarang seperti bendera separatis atau negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Berita Terkait