Resiko menunggak pajak, pemerintah punya dasar hukum blokir rekening
Pemblokiran rekening penunggak pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sah secara hukum.
Pemblokiran ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023, yang mengatur mekanisme pemblokiran rekening melalui bank atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut, Pasal 29 dan Pasal 30 menegaskan bank wajib menahan dana sebesar jumlah pajak terutang ditambah biaya penagihan dari wajib pajak atau penanggung pajak yang namanya tercantum dalam permintaan pemblokiran.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya penagihan aktif DJP untuk memastikan penerimaan pajak negara, sekaligus mendorong wajib pajak agar memenuhi kewajibannya tepat waktu.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara I melakukan pemblokiran rekening secara serentak terhadap 310 Wajib Pajak dengan tunggakan mencapai Rp 119 miliar.
Menurut keterangan resmi DJP, tindakan ini melibatkan sembilan kantor pelayanan pajak (KPP) di lingkungan Kanwil DJP Sumatera Utara I dan dilaksanakan melalui dua bank di Kota Medan pada Kamis (30/10/2025).
"Dilakukan pemblokiran terhadap Wajib Pajak yang belum melunasi kewajibannya meskipun telah menerima surat teguran dan surat paksa," tulis keterangan resmi DJP, dikutip pada Minggu (15/11/2025).
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 91 wajib pajak besar yang menunggak pajak berkekuatan hukum tetap atau inkrah telah melakukan pembayaran, sementara 27 wajib pajak dinyatakan pailit. Data tersebut merupakan realisasi hingga 14 Oktober 2025.
Di samping itu, masih ada empat wajib pajak yang berada dalam pengawasan penegak hukum, lima wajib pajak yang sudah dilakukan pelacakan aset (asset tracing), serta sembilan wajib pajak yang sudah dilakukan pencegahan terhadap pemilik manfaat (beneficial owner).