Ketua Umum LAI Instruksikan Awasi Perusahaan Terkait AMDAL dan CSR
Ketua Umum Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) dalam arahannya kepada pengurus LAI, Senin (10/08/2020), untuk mengawasi perusahaan di lingkungan masing-masing terkait AMDAL dan CSR.
Amdal ialah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, sedang CSR adalah (Corporate Social Responsibility – Tanggungjawab Sosial Perusahaan).
Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang "Izin Lingkungan Hidup" yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal. Sedangkan CSR diatur melalui Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Lebih spesifik tentang Amdal, tidak semua perusahaan wajib memiliki Amdal. Kriteria Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang wajib memiliki Amdal diatur melalui Pasal 3 Ayat (2) PermenLHK No. P.38/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019.
DI luar kegiatan usaha yang wajib melakukan Amdal, maka diwajibkan untuk memiliki dokumen UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) merupakan dokumen pengelolaan lingkungan hidup.
Ketua Umum LAI menekankan agar dalam pengawasan Amdal dan CSR pengurus LAI melibatkan masyarakat sekitar, di RT, RW dan Kelurahan/Desa di mana perusahaan tersebut berada.
Pengawasan tersebut sangat penting, karena Amdal (juga UKL-UPL) ditengarai lebih sekedar formalitas untuk memenuhi syarat terbitnya perizinan. Sehingga meskipun izinnya lengkap, kerap dampak negatif terhadap lingkungan tetap terjadi.
H. Djoni Lubis juga menambahkan bahwa Amdal itu meliputi beberapa aspek, yaitu fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi dan sosial budaya.
Sedangkan CSR, umumnya CSR dari perusahaan diberikan kepada pemerintah setempat, namun tidak disalurkan kembali kepada masyarakat di lingkungan sekitar perusahaan. Indikasinya CSR banya dipergunakan tidak semestinya oleh oknum pejabat-pejabat di daerah.