Kendaraan Listrik Ramah Lingkungan, Suatu Keniscayaan
Oleh: Mahendra Kusuma, SH, MH dan Dr. Sisnayati, ST, MT
(Dosen Universitas Tamansiswa Palembang)
Emisi gas rumah kaca sektor transportasi memiliki andil dalam meningkatkan pemanasan global yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Kendaraan berbahan bakar fosil dituding sebagai biang kerok terjadinya pemanasan global tersebut. Di negara kita, 60 persen pencemaran udara disebabkan asap knalpot kendaraan. Oleh karena itu kehadiran kendaraan listrik merupakan suatu keniscayaan.
Kendaran listrik tak mengeluarkan asap gas buang. Selain dipandang lebih ramah lingkungan, kendaraan listrik juga bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM.
Kendaraan listrik yang ramah lingkungan bukan lagi sekadar gengsi, namun sudah menyangkut kebutuhan. Itulah yang menyadari sejumlah pabrikan kendaraan baik itu roda empat maupun roda dua melirik peluang tersebut. .
Dalam beberapa laporan media, Norwegia dan Belanda hanya akan menjual kendaraan listrik mulai 2025, Jerman dan India melakukan hal yang sama mulai 2030. Demikian pula produsen kendaraan di Swedia yang hanya akan memproduksi kendaraan listrik pada 2030. Sementara Inggris melarang penjualan kendaraan nonlistrik setelah 2030 (Kompas, 15/2/2021). Norwegia akan menjadi negara pertama di dunia yang bakal melarang penjualan kendaraan berbasis BBM fosil pada 2025.
Namun, kendaraan listrik dengan harga terjangkau masih sangat terbatas di Indonesia. Tidak semua pabrikan mampu memproduksi kendaraan listrik murah karena dibutuhkan kesediaan serta kemampuan untuk berinovasi. Produsen membutuhkan dukungan kebijakan yang konsisten dari pemerintah dalam bentuk fiskal maupun nonfiskal.
Pengembangan industri kendaraan listrik di Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah. Padahal Indonesia memiliki cadangan bahan baku yang besar. Transisi elektrisasi kendaraan diperkirakan membutuhkan waktu dan mesti dilakukan bertahap.
Catatan lain, perhitungan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), daya beli masyarakat Indonesia umumnya belum bisa menerima harga mobil listrik yang diatas Rp 600 juta. Sebanyak 70% dari konsumen kendaraan roda empat memilih membeli jenis kendaraan dengan harga dibawah Rp 300 juta. Kendaraan rendah karbon dengan harga murah adalah jenis kendaraan hibrida (hybrid) yang menggunakan mesin bensin dan batarei sebagai sumber tenaganya.
Satu-satunya mobil listrik berbasis baterai (BEV) yang dijual dibawah Rp 300 juta adalah Wulling Air EV yang dikeluarkan pabrikan otomotif asal Cina, Wulling Motors.