Ditemukan sejumlah indikasi pelanggaran kode etik hingga pidana dalam salah satu perkara perdata di PN Kasongan

Foto: Staf Ahli Lembaga Aliansi Indonesia (LAI), Muhammad Syafei (kiri), selfi bersama Penasihat Ahli Kapolri yang juga Pembina LAI, Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi di kantor DPP LAI.
Sabtu, 27 Jul 2024  12:10

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) dipastikan akan turun tangan dan mengawal tindak lanjut kasus perdata di Pengadilan Negeri (PN) Kasongan dengan perkara nomor 18/Pdt.G/2022/PN Ksn.

"Kami menemukan sejumlah indikasi atau dugaan pelanggaran serius, baik kode etik maupun pidana dari mulai proses di tingkat PN hingga kasasi ke MA (Mahkamah Agung)," kata Staf Ahli LAI, Muhammad Syafei, setiba di Jakarta, Jumat (26/7/2024) malam.

Syafei menjelaskan, perkara tersebut sebenarnya sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap) karena sudah ada putusan kasasi dari MA, sehingga langkah hukum yang memungkinkan adalah peninjauan kembali (PK).

"Dalil untuk PK itu kan ada dua macam ya, yang pertama 'kekhilafan hakim yang nyata' dan batas waktu untuk mengajukan adalah 180 hari sejak putusan yang berkekuatan hukum tetap. Jadi, kalau dihitung dari sekarang ya tinggal kurang dari dua bulan, sehingga kami anjurkan kepada Bu Sri Rahayu alias bu Tiwau selaku pihak untuk tidak menggunakan dalil ini untuk mengajukan PK," terangnya.

Dalil kedua, menurut Syafei, adalah menggunakan novum atau bukti baru, yang batas waktunya adalah 180 hari sejak novum disahkan.

"Jadi, kami lebih menekankankan untuk mencari novum sembari memproses indikasi pelanggaran yang kami temukan, baik kode etik maupun pidananya," tegasnya.

Mengenai apa saja temuan dugaan pelanggaran kode etik dan pidananya terkait perkara tersebut, Syafei belum mau membeberkan, namun dia menyebutkan setidaknya ada 7 (tujuh).

"Dari tujuh itu ada lima yang kami sudah kantongi alat bukti yang menyakinkan. Ada yang berdiri sendiri antara kode etik dan pidananya, ada yang beririsan. Beririsan itu maksudnya ada unsur kode etik dan pidananya sekaligus," kata dia.

Syafei menambahkan, "Oke deh saya sebutkan salah satu temuan kami saja ya, yaitu mengenai kasasi. Saat kasasi kan Bu Tiwau tidak menggunakan pengacara atau kuasa hukum dan memori kasasi sudah dimasukkan ke PN Kasongan. Lalu, ada memori kasasi lagi yang masuk kemudian oleh oknum pengacara yang mengaku sebagai kuasa hukum Bu Tiwau dan diterima oleh pihak PN Kasongan tanpa pemberitahuan atau konfirmasi kepada Bu Tiwau."

Berita Terkait