Masalah Tambang di Papua Barat Tidak Bisa Hanya dengan Pendekatan Hukum Semata
Masalah tambang rakyat, termasuk tambang emas di Papua Barat, khususnya di Manokwari, harus dilihat secara komprehensif (menyeluruh), meliputi aspek sejarah, adat istiadat, sosiologis, dan sebagainya.
"Tidak bisa hanya dengan pendekatan hukum semata, tidak bisa hanya dilihat dari aspek legal formal belaka, yang ujungnya hanya pada kata ilegal serta tindakan hukum," kata Staf Ahli Lembaga Aliansi Indonesia, Muhammad Syafei, saat dimintai pendapat operasi oleh Polda Papua Barat serta tuntutan agar tambang-tambang yang dituding ilegal ditindak.
Menurutnya, pendekatan sosiologis dalam melihat pertambangan di Papua Barat yang berfokus pada bagaimana aktivitas pertambangan memengaruhi masyarakat setempat dan sebaliknya, sangatlah penting.
Hal ini melibatkan pemahaman tentang dinamika sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang terkait dengan aktifitas pertambangan di wilayah tersebut.
"Tanpa memahami secara komprehensif, yang ada ya hanya teriak-teriak `tutup`, `tindak`, `tangkap`, dan seterusnya. Yang bukannya menyelesaikan masalah, tapi justru makin membuat rumit masalah," jelasnya.
Pendekatan sosiologis harus juga mengkaji bagaimana pertambangan mengubah struktur sosial, nilai-nilai budaya, dan pola interaksi masyarakat Papua Barat. Hal ini termasuk perubahan dalam sistem kekerabatan, hubungan antar kelompok, dan tradisi lokal.
Selain itu, lanjut Syafei, aspek ekonomi juga harus dipertimbangkan, bagaimana dampak ekonomi terhadap masyarakat Papua Barat apabila pertambangan ditindak secara serampangan.
Tambang rakyat membawa signifikan pada ekonomi lokal. Pendekatan sosiologis akan memahami bagaimana pendapatan, lapangan kerja, dan akses terhadap sumber daya dari aktifitas pertambangan.
Tambang, dengan demikian memiliki peran krusial dalam ketahanan sosial masyarakat Papua Barat.