KPK Buka Kemungkinan Kasus Suap Meikarta Jadi Kejahatan Korporasi

 
Jumat, 19 Okt 2018  12:23

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menutup kemungkinan kasus dugaan suap Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menjadi kejahatan korporasi, meski sampai dengan saat ini tengah fokus terhadap pertanggungjawaban perorangan terkait kasus tersebut. Apabila nanti ditemukan bukti yang mengarah pada kejahatan korporasi, KPK akan mencermatinya lebih lanjut.

"KPK tentu saja fokus terlebih dahulu terhadap pertanggungjawaban perorangan. Kalau nanti ditemukan bukti-bukti mengarah pada kejahatan korporasi, tentu kami akan mencermati," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (19/10).

Terkait dengan pertanggungjawaban korporasi, kata Febri, undang-undang sebenarnya mengatur pertanggungjawaban tersebut secara jelas, termasuk bagaimana syarat-syaratnya. Ia juga menerangkan, KPK sebelumnya sudah beberapa kali menangani perkara korporasi baik korupsi ataupun pencucian uang.

"Ini juga peringatan bagi korporasi-korporasi lain jangan sampai menyerahkan uang pada penyelenggara negara," katanya.

Pada Senin (15/10) lalu, KPK menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022, Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya.

Mereka, yakni dua konsultan Lippo Group, Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ). Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin, Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat ‎MBJ Nahar, Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi.

Neneng Hasanah dan anak buahnya diduga menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta . Diduga pemberian terkait izin proyek seluas total 774 ha itu dibagi ke dalam 3 tahap, yaitu tahap pertama 84,6 ha, tahap kedua 252,6 ha dan tahap ketiga 101,5 ha.

Pemberian dalam perkara ini diduga sebagai bagian dari komitmen fee fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp 13 miliar, melalui sejumlah Dinas, yaitu: Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.

KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada bulan April, Mei dan Juni 2018. Keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks.

Berita Terkait