Kasus hina suku Sunda, Youtuber Resbob diburu polisi

Foto: YouTuber Resbob meminta maaf setelah menghina suku Sunda. (Instagram/@adimasfirdauss)
Minggu, 14 Des 2025  22:01

Direktorat Siber (Ditressiber) Polda Jawa Barat tengah melakukan pengejaran terhadap seorang konten kreator bernama Adimas Firdaus atau dikenal sebagai Resbob atas kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekteonik (UU ITE) atas konten bermuatan rasis.

Kabid Humas Polda Jawa Barat, Hendra Rochmawan mengatakan, sejauh ini telah menerima bebarapa aduan dari masyarakat terkait adanya konten yang menghina salah satu suku.

Pihaknya terus melakukan penyelidikan dan pengejaran terhadap Resbob yang kini terus berpindah-pindah lokasi.

"Ditressiber Polda Jabar Telah menerima Laporan dan aduan terkait video viral tersebut, Hasil patroli kami mendapatkan profil nama aslinya, kami juga telah melakukan penyelidikan sejak awal terkait dengan beberapa lokasi yang dilakukan oleh yang bersangkutan di beberapa kota, " ujarnya kepada awak media, Minggu (14/12/2025) malam

Ia menjelaskan, laporan polisi pendukung Persib: LP/B/ 674 /XII/2025/SPKT/Polda Jawa Barat, tanggal  11 Desember 2025 atas nama pelapor Ferdy Rizky Adilya terkait kejahatan informasi dan transaksi elektronik UU ITE.

Ada juga dari Elemen Masyarakat Rumah Aliansi Sunda Ngahiji dengan laporan pengaduan nomor: 2021 / XII / RES.2.5./2025/ Ditressiber atas nama Deni Suwardi.

"Kami sampaikan bahwa penekanan isi dari konten itu adalah, konten ujaran kebencian dan juga bentuk permusuhan kepada kelompok atau suku yang ada di konten ini adalah menyebarkan suku Sunda dan ini membuat reaksi yang sangat keras dari masyarakat Sunda," ungkapnya.

Kabid Humas menambahkan, Resbob terancam Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur pidana bagi penyebar konten elektronik yang berisi hasutan kebencian atau permusuhan terhadap kelompok tertentu berdasarkan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).

"Dengan ancaman penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024," tuturnya.

Berita Terkait