Rp 5,25 Miliar jatah preman Bupati Lampung Tengah untuk bayar utang kampanye

 
Minggu, 14 Des 2025  14:20

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong penerapan sistem pelaporan keuangan partai politik (parpol) yang terstandar, transparan, dan akuntabel.

Dorongan ini muncul menyusul temuan KPK terkait Bupati Lampung Tengah nonaktif Ardito Wijaya yang diduga menerima suap Rp 5,75 miliar, di mana Rp 5,25 miliar di antaranya digunakan untuk melunasi utang biaya kampanye.

Juru bicara KPK Budi Prasetyo menilai kasus tersebut menunjukkan masih tingginya biaya politik di Indonesia.

Kondisi ini kerap membuat kepala daerah terpilih menanggung beban besar untuk mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkan saat kontestasi pemilu.

“Temuan ini menunjukkan bahwa tingginya biaya politik dan tidak akuntabel serta transparannya laporan keuangan partai politik membuat upaya pencegahan aliran uang tidak sah menjadi lemah,” kata Budi Prasetyo, Minggu (14/12/2025).

Karena itu, KPK mendorong adanya sistem pelaporan keuangan parpol yang lebih kuat sebagai instrumen pencegahan korupsi sejak dari hulu. Menurutnya, mekanisme tersebut penting untuk menutup celah masuknya dana ilegal dalam proses politik.

“KPK mendorong pentingnya standardisasi dan sistem pelaporan keuangan partai politik, agar mampu mencegah adanya aliran uang yang tidak sah,” tegasnya.

Selain persoalan pendanaan, KPK juga menyoroti masalah mendasar lain dalam tubuh partai politik, khususnya lemahnya integrasi antara proses rekrutmen dan kaderisasi. Kondisi ini dinilai memicu praktik mahar politik.

Budi menekankan, lemahnya sistem kaderisasi juga berdampak pada munculnya kecenderungan bahwa hanya kader dengan kekuatan finansial dan popularitas tinggi yang memiliki peluang maju dalam kontestasi politik.

Berita Terkait