Mahasiswa GAASS Demo di Depan Kantor Kejati Sumsel, Desak Penegakan Hukum Kasus Pembongkaran Pasar Cinde

Foto: Kejati Sumsel
Selasa, 22 Jul 2025  17:55

Palembang, Aliansinews"

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam GERAKAN PEMUDA MAHASISWA SUMATERA SELATAN (GAASS) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan, Selasa (22/7/2025). Mereka menuntut penegakan hukum secara tuntas terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pembongkaran Pasar Cinde, salah satu cagar budaya penting di Kota Palembang.

Koordinator aksi, Medi Susanto, menyampaikan orasi dan membacakan pernyataan sikap GAASS di hadapan publik. Ia menegaskan bahwa pembongkaran Pasar Cinde merupakan kejahatan terhadap sejarah, budaya, dan hukum, karena bertentangan langsung dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

“Pasar Cinde adalah saksi sejarah. Bangunan ini bukan hanya pusat ekonomi, tetapi juga warisan budaya yang harus dilindungi. Namun sayangnya, telah dihancurkan atas nama pembangunan,” ujar Medi dalam aksinya.

Pasar Cinde awalnya dibangun pada tahun 1958 dengan nama Pasar Lingkis. Kemudian, di masa kepemimpinan Walikota H.M. Ali Amin, pasar ini diubah menjadi pasar modern dengan desain arsitektur menyerupai Pasar Johar Semarang, lengkap dengan tiang cendawan besar dan ruang terbuka di lantai dua. Pasar ini menjadi simbol modernitas dan kebanggaan masyarakat Sumsel pada masanya.

Selain nilai arsitekturnya, Pasar Cinde juga memiliki nilai sejarah tinggi karena berada di kawasan Cinde Welang, petilasan Pangeran Ario Kesumo Abdurohim. Nilai penting ini kemudian diakui secara resmi melalui Surat Keputusan Cagar Budaya Nomor 179.a/KPTS/disbud/2017.

Namun, proses penghancuran Pasar Cinde justru dilakukan dengan dalih revitalisasi pasar yang kumuh dan tak terawat. Proses tersebut dimulai dari pengajuan penghapusan aset tetap oleh Pemerintah Kota Palembang kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sebagai dasar penyertaan modal ke PD Pasar Palembang Jaya. Proses ini diperkuat melalui surat dari Pemprov yang ditandatangani oleh Wakil Gubernur saat itu, Ishak Mekki.

“Ironisnya, niat memperbaiki malah berubah menjadi kehancuran total. Ini jelas bentuk kelalaian bahkan kejahatan terhadap warisan budaya yang dilindungi undang-undang,” kata Medi.

Berita Terkait