Drama Pemerasan Wartawan Diragukan, Sekber: Ini Bukan Jurnalisme, Ini Teror Informasi.

 
Selasa, 10 Jun 2025  07:52

Pontianak, Kalbar - Aliansinews id. Senin, 09 Juni 2025 Sekretariat Bersama (Sekber) LSM dan Aktivis Kalbar mendesak Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (Polda Kalbar) untuk segera mengusut tuntas dugaan penyebaran berita bohong (hoaks) yang dilakukan oleh salah satu media daring. Dalam pemberitaan tersebut, disebutkan bahwa seorang wartawan menerima suap senilai Rp5 miliar, dan bahkan mencatut nama Polda Kalbar seolah-olah institusi kepolisian itu sudah menangani kasus tersebut.

“Ini sudah masuk ranah pidana. Jika benar Polda belum pernah mengeluarkan pernyataan resmi, maka ini bentuk keterangan palsu yang disebarkan ke publik. Bisa dijerat dengan Pasal 242 KUHP dan UU ITE,” ujar salah satu perwakilan Sekber dalam keterangan resminya, Minggu (9/6).

Dalam narasi yang beredar, disebutkan bahwa seorang wartawan diduga memeras seorang pengusaha lokal, dan bahwa Polda Kalbar telah "digerakkan" untuk menangani kasus tersebut. Namun hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari Polda Kalbar mengenai adanya laporan atau penyelidikan terkait hal tersebut.

Media Bisa Dipidana Jika Terbukti Sebarkan Keterangan Palsu

Pasal 242 KUHP menyebutkan bahwa siapa pun yang memberikan keterangan palsu dengan sumpah, baik secara lisan maupun tertulis, dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 7 tahun. Jika keterangan tersebut menyebabkan kerugian terhadap pihak lain, ancaman hukuman meningkat menjadi 9 tahun.

Selain itu, penyebaran informasi bohong di ruang digital juga dapat dikenakan Pasal 28 ayat (1) UU ITE, yang berbunyi:

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.”

Pelanggarnya diancam hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

“Media tidak bisa sebebas-bebasnya menyebarkan narasi tanpa dasar. Terlebih jika mencatut nama institusi penegak hukum tanpa konfirmasi. Ini mencederai prinsip jurnalistik dan bisa merusak kepercayaan publik,” lanjut pernyataan Sekber.

Berita Terkait