Kisruh dan Tuai Protes Masalah SPMB 2025, Koalisi Aktivis Sumsel Desak Gubernur Batalkan Juknis Diskriminatif

Foto: Koalisi aktivis Sumsel
Jumat, 06 Jun 2025  18:06

Palembang, Aliansinews"–

Penerapan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMA/SMK Negeri di Sumatera Selatan tahun 2025, khususnya di Kota Palembang memicu gelombang kekisruhan dan protes. Berbagai kalangan, terutama aktivis peduli pendidikan di Sumsel, menyoroti kebijakan yang dinilai sangat merugikan calon siswa.

Salah satu suara kritis datang dari pengamat pendidikan sekaligus Ketua DPW PEKAT Indonesia Bersatu Sumatera Selatan, Ir. Suparman Romans didampingi Yogi Bob, Ramogers SH, Jacklin. Ia secara tegas mengkritisi Petunjuk Teknis (Juknis) SPMB yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan, menyebutnya “diskriminatif dan tidak peka terhadap realita.”

Menurut Suparman, Juknis tersebut tidak mempertimbangkan kesenjangan antara jumlah lulusan SMP/MTs yang mendaftar dengan daya tampung SMA/SMK Negeri di Palembang. “Mungkin hanya 30-40% dari pendaftar yang bisa diterima di sekolah tujuan,” ungkapnya.Kamis (05-06-2025).

Yang lebih ironis lagi, lanjut Suparman, adalah Keputusan Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Nomor 067/5755/SMA.1/DISDIK/2025 tentang Penetapan Daya Tampung dan Wilayah Penerimaan Murid Baru. Keputusan ini dinilai irrasional karena membatasi jumlah Rombongan Belajar (Rombel) di tiap SMAN, padahal minat calon siswa tiga kali lebih banyak dari kuota yang ditetapkan. Hal inilah yang menjadi alasan utama banyak siswa gagal dalam SPMB.

Suparman menyoroti perbedaan kuota rombel antar-SMA Negeri. Ada sekolah yang diberi kuota maksimal 12 rombel, sementara ada yang hanya 8 rombel, bahkan beberapa SMAN favorit hanya 10-11 rombel. “Jika Disdik Provinsi lebih peka dan akomodatif, seharusnya semua SMA Negeri diberi kuota rombel yang sama tanpa diskriminasi, yaitu 12 rombel,” tegasnya.

Akibatnya, SPMB 2025 dinilai jauh dari perbaikan, justru semakin kusut dan kisruh. Untuk mengatasi kekecewaan masyarakat, Suparman menawarkan satu-satunya solusi: Gubernur Sumatera Selatan harus mencabut SK Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Nomor 067/5755/SMA.1/DISDIK.SS/2025.

“Gubernur perlu melakukan koreksi dan revisi terhadap pembatasan kuota rombel di beberapa SMA Negeri yang masih memungkinkan untuk penambahan menjadi pola maksimal 12 rombel,” jelasnya.

Berita Terkait